Kamis, 31 Januari 2008

Mengenang Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki al-Hasani



SEKILAS TENTANG BELIAU:

Syekh M.bin Alawi bin Abbas al-Maliki al-Makki al-Hasani lahir di Mekah tahun 1362H (1943M). Silsilah nasab beliau bersambung sampai Rasulullah SAW melalui Sayyiduna al-Hasan RA.

Beliau belajar di halaqah-halaqah Masjidil-Haram dan pernah sekolah di madrasah al-Falah kemudian Madrasah Tahfiz al-Qur'an. Kemudian beliau menuntut ilmu di luar negeri seperti India dan Pakistan.

Beliau meraih gelar MA dan Doctor dari Kuliyah Usuluddin Universitas al-Azhar. Kemudian beliau ke Maroco untuk menuntut ilmu dari ulama-ulama yang terkenal di situ.

Beliau pernah mengajar di Kuliyah Syari'ah Makkah al-Mukarramah tahun 1390H. (1970M) kemudian menjadi guru di Masjid al-Haram tahun 1391H setelah meninggalnya ayah beliau dan ketika itu beliau menjadi guru di Universitas al-Malik Abdul-Aziz.

Beliau sering mengisi ceramah dan pengajian di siaran radio dan diskusi-diskusi umum baik dalam dan di luar Saudi. Dan beliau terpilih menjadi ketua pertama Lajnah Tahkim Internasional untuk Musabaqoh Qur'an Karim tahun 1399H, 1400H dan 1401H.

Beliau telah mengunjungi negara-negara Islam dan mendirikan lebih dari 30 Ma'had dan 30 Madrasah di Asia bagian timur dan selatan.

Berdasarkan karya-karya beliau dan pengalaman beliau dalam berakwah di berbagai negara Islam, maka Universitas al-Azhar memberikan gelar Profesor kepada beliau pada tanggal 2 safar 1421H (6 Mei 2000)

Telah terbit sebuah buku yang mengumpulkan ilmu-ilmu, kehidupan, pemikiran dan pengaruh beliau. Buku ini berjudul al-Maliki Alimul-Hijaz karangan Zuhair Jamil Kutbi.

GURU-GURU BELIAU:
Beliau banyak meriwayatkan hadits dari Syekh Hasanain bin M.Makhluf mufti Mesir, Syekh Hasan al-Ahdal al-Yamani, Syekh M.As'ad al-Abji Mufti Mazhab Syafii di Halab, Syekh M.Syafi' Mufti Pakistan dan lain-lain. Namun guru-guru beliau yang sangat berpengaruh dan berarti dalam kehidupan beliau dalam periwayatan Hadits adalah:
1) Ayah kandung beliau, yaitu Assayyid Alawi bin Abbas al-Maliki al-Hasani (wafat 1391H.)
2) Syekh M.Yahya bin Assyekh Aman (wafat 1387H.)
3) Syekh M.al-Arabi Attubbani (wafat 1390H)
4) Syekh Hasan bin Sa'id Yamani (wafat 1392H)
5) Syekh M.al-Hafidz Attijani, Ahli Hadits Mesir (wafat 1398H)
6) Syekh Hasan bin M.al-Massyath (wafat 1399)
7) Syekh M.Nur Saef bin Hilal al-Makki (wafat 1403H)
8) Syekh Abdullah bin Sa'id Allahji (wafat 1410H)
9) Syekh M.Yasin al-Fadani (wafat 1410H).

KARANGAN-KARNGAN BELIAU:

Sebagian besar kitab-kitab karangan beliau dicetak di Imarat dan Mesir, karena tidak boleh dicetak di Saudi. Di antara karangan beliau adalah:
1) Attashawwuf
2) Mafahim Yajibu An Tushahhah (buku ini meluruskan faham wahabi yang sesat dan membela faham-faham sufi)
3) Al-Insan al-Kamil (berbicara tentang Khususiat Rasulullah SAW)
4) Tahqiq al-Amal fima yanfa'ul-mayyit Minal-A'mal (mengandung amalan-amalan yang dapat memberi manfaat buat mayit)
5) Tarikh al-Hawadits Annabawiyyah
6) Adzzakhair al-Muhammadiyyah.
7) Al-Madh Annabawi Bainal-Guluwwi wal-Inshaf.
8) Fadhlul-Muwattha' wa Inayatul Ummah al-Islamiyyah Bihi (keutamaan kitab al-Muwattha')
9) Zubdatul-Itqan fi Ulumil-Qur'an.
10) Labbaik Allahumma Labbaik (buku tentang ibadah Haji)
11) Dan lain-lain

MENGAPA BELIAU DIBENCI KAUM WAHABI:
Perlu diketahui bahwa beliau sama halnya seperti ulama-ulama yang berjasa menyebarkan dakwah Islam di Saudi Arabia seperti Syekh Yasin al-Fadani, Syekh M.Amin al-Kutbi, Syekh Hasan Masyyath dan lain-lain. Namun karena mereka tergolong ulama Tashawwuf dan kebetulan yang menguasai Saudi adalah orang-orang yang berfahamkan Wahabi, maka mereka diusahakan agar tidak dikenal oleh dunia. Mereka hanya mengangkat ulama-ulama mereka yang Tasyaddud dalam agama dan suka mengkafirkan faham-faham yang bertentangan dengan faham mereka seperti Saleh. Ulama-ulama Wahabi yang kami maksud adalah al-Utsaimin, Abdul.Aziz bin Baz, al-Albani dan konco-konconya. Dan Berikut ini beberapa alasan mengapa Syekh M.Alawi al-Maliki dibenci oleh tokoh dan kaum Wahabi:
1) Beliau merayakan dan membolehkan perayaan hari kelahiran nabi SAW. Sebagaimana yang beliau tegaskan dalam kitab (Majmu' Fatawa Wa Rasa'il). Al-Albani bercerita bahwa ia pernah diundang oleh ayah Syekh M.Alawi al-Maliki. Kemudian al-Albani menemukan mereka sedang merayakan Mawlid. Maka al-Albani mengingkari hal tersebut.
2) Beliau membela faham Sayyidi Ibnu Arabi RA.
3) Beliau berakidahkan Asy'ariyyah dan membela faham Asy'ariyyah. Yang mana para wahabi menganggap faham Asy'ariyyah itu bertentangan dengan Ahlussunnah wal-Jamaah.
4) Dalam kitab Syifa'ul Fu'ad beliau mengajak untuk ziarah maqam dan ber-Istigatsah (memohhon bantuan) kepada Rasulullah dan para Wali Allah.
5) Mengarang kitab Dzakha'ir al-Muhammadiyyah yang berisikan ajaran Tashawwuf dan pujian terhadap Rasulullah SAW.
6) Berkeyakinan bahwa Rasulullah dan para pewarisnya bisa mengatur alam.
7) Berkeyakinan bahwa Rasulullah hidup dan matinya sama saja, bisa menyaksikan dan mengetahui keadaan dan niat ummatnya. Sebagaimana ditegaskan dalam kitab beliau "Syifa'ul Fu'ad".
8) Menegaskan dalam kitab Adzzakhair al-Muhammadiyyah bahwa Rasulullah SAW adalah Makhluq yang pertama diciptakan oleh Allah SWT.
9) Berkeyakinan bahwa roh Rasulullah SAW hadir dalam Halaqah Dzikir dan acara perayaan Mawlid.
10) Berkeyakinan bahwa Rasulullah SAW bisa dilihat bukan hanya lewat mimpi saja, tapi dalam keadaan terjaga juga. Bahkan tidak mustahil dilihat oleh ribuan ummat pada waktu yang sama.
11) Pernah menziarahi Syekh Tarekat al-Ashabah al-Hasyimiyyah wa Assidnah al-Alawiyyah wa Assadah al-Hasaniyyah al-Husainiyyah. Kemudian menziarahi maqam Syekh Abul-Hasan Assyazili.
12) Keyakinan beliau bahwa hari kelahiran Rasulullah Saw lebih mulia dan utama daripada Malam Lailatul-Qadar.
13) Beliau membolehkan untuk mengecup dan mengusap-usap maqam Nabi atau Wali untuk menampakkan rasa cinta dan memperoleh keberkatan.
14) Dan lain-lain.

ORANG-ORANG YANG MEMBELA DAN MEMUJI BELIAU:
1) Syekh M.al-Khazraji ketika menjabat sebagai menteri perwakafan Imarat, beliau mencetak dan memperbanyak beberapa buku karangan Syekh M.Alawi al-Maliki seperti "Mafahim Yajibu An Tushahhah" dan "Syifa'ul Fu'ad Fi Ziyarati Khairil-Ibad."
2) Syekh Isa bin Mani' al-Humairi dalam muqaddimah kitabnya "Bulugul-Ma'mul fil-Ihtifa'I wal-Ihtifali bi-Mawlidirrasul" banyak memuji Syekh M.Alawi al-Maliki.
3) Syekh Abdul-Aziz bin M.bin Shiddiq al-Gumari dari Maroco menulis dalam muqaddimah kitab "I'lamunnabil bima fi syarhil-Jaza'iri Minattalbisi Wattadhlil" membela Syekh M.Alawi Al-Maliki.
4) Syekh Yusuf bin Hasyim Arrifa'I dari Kuwait pernah menulis buku "Arradu al-Muhkam al-Mani' Ala Syubuhat Ibnu Mani'" untuk membela Syekh M.Alawi al-Maliki.
5) DR. M.Abduh Yamani mengarang kitab yang berjudul "Allimu Awladakum Mahabbatarrasul SAW" yang banyak merujuk pada al-Maliki.
6) Syekh Habib Ali Zainul Abidin al-Jufri
7) Syekh Umar bin Hafiz dari Yaman
8) Prof DR Ahmad Umar Hasyim Dosen al-Azhar
9) Prof DR. Hasan al-Fatih Qaribullah Rektor Universitas Islam di Umdurman
10) Syekh Sayyid 'Iwadh yang pernah menjabat sebagai Mufti Sudan
11) Sayid M.bin Abdurrahman sebagai Mufti Juzur al-Qamar
12) Syekh M.Thayyib Annajjar Rektor Universitas al-Azhar
13) Syekh Shalih al-Ja'fari Dosen di Uninersitas al-Azhar dan Syekh Tarekat Ja'fariyyah.
14) Syekh M.Assyazili Dekan Fakultas Syariah Tunisia
15) Syekh M.bin Yusuf al-Banuri wakil rektor Universitas Islam Pakistan
16) Sayyid M.bin Abdul-Qadir Azad ketua majlis ulama Pakistan
17) Syekh Ahmad bin M.Zabarah al-Hasani Mufti Yaman
18) Syekh Abdul Hadi Ujail ketua Inqaz al-Islami di Yaman
19) Habib Abdul-Qadir Assaqqaf Mufti Hadramaut
20) Syekh DR M.Sa'id Ramadhan al-Buthi ulama Syiria

WAFATNYA BELIAU
Syekh M.Alawi al-Maliki meninggal di pagi hari jumat tanggal 15 Ramadhan 1425H. yang mana dua jam sebelumnya beliau memberi pengajian kepada lebih dari 600 pelajar.
Saudari-saudari beliau tidak dapat membantu memandikan jenazah beliau, bahkan mereka tidak dapat memasuki rumah beliau dikarenakan jumlah pengunjung yang begitu banyak. Mereka hanya bisa berdiam dan sarapan di dalam mobil.
Setelah disolatkan di Masjidil-Haram oleh ribuan jemaah baik dari murid, para pelajar dan para pengikut beliau, jalan raya yang menuju ke pemakaman (al-Ma'lah) ditutup demi kelancaran pembawaan jenazah beliau.
Semoga Allah merahmati beliau, amin.

Perang Salib



Konsili Clermont, Paus Urbanus II berkotbah dan terdengar teriakan "Deus Vult!", "Allah menghendaki"

Perang Salib adalah kumpulan gelombang dari pertikaian agama bersenjata yang dimulai oleh kaum Kristiani pada periode 1095 – 1291; biasanya direstui oleh Paus atas nama Agama Kristen, dengan tujuan untuk menguasai kembali Yerusalem dan “Tanah Suci” dari kekuasaan Muslim dan awalnya diluncurkan sebagai respon atas permohonan dari Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Ortodox Timur untuk melawan ekspansi dari Dinasti Seljuk yang beragama Islam ke Anatolia.

Istilah ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama Abad ke 16 di wilayah diluar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani untuk alasan campuran antara agama, ekonomi dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke 11 sampai dengan Abad ke 13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke 16 dan berakhir ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama masa Renaissance.

Perang Salib Anak-anak bukan suatu kampanye militer akan tetapi suatu pergerakan rakyat di Perancis dan/atau Jerman yang kemungkinan besar dengan maksud untuk mencapai Tanah Suci untuk secara damai meng-Kristen-kan umat Islam disana.

Perang Salib berpengaruh sangat luas terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang mana beberapa bahkan masih berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk internal antara kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang Salib (seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan semulanya dan berakhir dengan dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel. Perang Salib Keenam adalah perang salib pertama yang bertolak tanpa restu resmi dari gereja Katolik, dan menjadi contoh preseden yang memperbolehkan penguasa lain untuk secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi berikutnya ke Tanah Suci. Konflik internal antara kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-kekuatan politik pun mengakibatkan persekutuan antara satu faksi melawan faksi lainnya seperti persekutuan antara kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim dalam Perang Salib Kelima.

Konteks Sejarah

Kondisi Eropa Barat

Peta dari Semenanjung Iberia pada saat kedatangan Dinasti Almoravid pada Abad Ke 11- Kerajaan-Kerajaan Kristen terdiri dari Aragón, Castile, Leon, Navarre, dan Portugal

Asal mula ide perang salib adalah perkembangan yang terjadi di Eropa Barat sebelumnya pada Abad Pertengahan, selain itu juga menurunnya pengaruh Kekaisaran Byzantium di timur yang disebabkan oleh gelombang baru serangan Muslim Turki. Pecahnya Kekaisaran Carolingian pada akhir Abad Ke-9, dikombinasikan dengan stabilnya perbatasan Eropa sesudah peng-Kristen-an bangsa-bangsa Viking, Slav dan Magyar, telah membuat kelas petarung bersenjata yang energinya digunakan secara salah untuk bertengkar satu sama lain dan meneror penduduk setempat. Gereja berusaha untuk menekan kekerasan yang terjadi melalui gerakan-gerakan Pax Dei dan Treuga Dei. Usaha ini dinilai berhasil, akan tetapi para ksatria yang berpengalaman selalu mencari tempat untuk menyalurkan kekuatan mereka dan kesempatan untuk memperluas daerah kekuasaan pun menjadi semakin tidak menarik. Kecuali pada saat terjadi Reconquista di Spanyol dan Portugal, dimana pada saat itu ksatria-ksatria dari Iberia dan pasukan lain dari beberapa tempat di Eropa bertempur melawan pasukan Moor Islam, yang sebelumnya berhasil menyerang dan menaklukan sebagian besar Semenanjung Iberia dalam kurun waktu 2 abad.

Pada tahun 1063, Paus Alexander II memberikan restu kepausan bagi kaum Kristen Iberia untuk memerangi kaum Muslim. Paus memberikan baik restu kepausan standard maupun pengampunan bagi siapa saja yang terbunuh dalam pertempuran tersebut. Maka, permintaan yang datang dari Kekaisaran Byzantium yang sedang diancam oleh kaum Muslim Seljuk, menjadi perhatian semua orang. Hal ini terjadi pada tahun 1074, dari Kaisar Michael VII kepada Paus Gregorius VII dan sekali lagi pada tahun 1095, dari Kaisar Alexius I Comnenus kepada Paus Urbanus II.

Perang Salib adalah sebuah gambaran dari dorongan keagamaan yang intens yang merebak pada akhir abad ke-11 di masyarakat. Seorang tentara Salib, sesudah memberikan sumpah sucinya, akan menerima sebuah salib dari Paus atau wakilnya dan sejak saat itu akan dianggap sebagai “tentara gereja”. Hal ini sebagian adalah karena adanya Kontroversi Investiture, yang berlangsung mulai tahun 1075 dan masih berlangsung selama Perang Salib Pertama. Karena kedua belah pihak yang terlibat dalam Kontroversi Investiture berusaha untuk menarik pendapat publik, maka masyarakat menjadi terlibat secara pribadi dalam pertentangan keagamaan yang dramatis. Hasilnya adalah kebangkitan semangat Kristen dan ketertarikan publik pada masalah-masalah keagamaan. Hal ini kemudian diperkuat oleh propaganda keagamaan tentang Perang untuk Keadilan untuk mengambil kembali Tanah Suci – yang termasuk Yerusalem (dimana kematian, kebangkitan dan pengangkatan Yesus ke Surga terjadi menurut ajaran Kristen) dan Antioch (kota Kristen yang pertama) - dari orang Muslim. Selanjutnya, “Penebusan Dosa” adalah faktor penentu dalam hal ini. Ini menjadi dorongan bagi setiap orang yang merasa pernah berdosa untuk mencari cara menghindar dari kutukan abadi di Neraka. Persoalan ini diperdebatkan dengan hangat oleh para tentara salib tentang apa sebenarnya arti dari “penebusan dosa” itu. Kebanyakan mereka percaya bahwa dengan merebut Yerusalem kembali, mereka akan dijamin masuk surga pada saat mereka meninggal dunia. Akan tetapi, kontroversi yang terjadi adalah apa sebenarnya yang dijanjikan oleh paus yang berkuasa pada saat itu. Suatu teori menyatakan bahwa jika seseorang gugur ketika bertempur untuk Yerusalemlah “penebusan dosa” itu berlaku. Teori ini mendekati kepada apa yang diucapkan oleh Paus Urbanus II dalam pidato-pidatonya. Ini berarti bahwa jika para tentara salib berhasil merebut Yerusalem, maka orang-orang yang selamat dalam pertempuran tidak akan diberikan “penebusan”. Teori yang lain menyebutkan bahwa jika seseorang telah sampai ke Yerusalem, orang tersebut akan dibebaskan dari dosa-dosanya sebelum Perang Salib. Oleh karena itu, orang tersebut akan tetap bisa masuk Neraka jika melakukan dosa sesudah Perang Salib. Seluruh faktor inilah yang memberikan dukungan masyarakat kepada Perang Salib Pertama dan kebangkitan keagamaan pada abad ke-12.

Situasi Timur Tengah

Keberadaan Muslim di Tanah Suci harus dilihat sejak penaklukan bangsa Arab terhadap Palestina pada abad ke-7. Hal ini sebenarnya tidak terlalu mempengaruhi penziarahan ke tempat-tempat suci kaum Kristiani atau keamanan dari biara-biara dan masyarakat Kristen di Tanah Suci Kristen ini. Sementara itu, bangsa-bangsa di Eropa Barat tidak terlalu perduli atas dikuasainya Yerusalem – yang berada jauh di Timur – sampai ketika mereka sendiri mulai menghadapi invasi dari orang-orang Islam dan bangsa-bangsa non-Kristen lainnya seperti bangsa Viking dan Magyar. Akan tetapi, kekuatan bersenjata kaum Muslimlah yang berhasil memberikan tekanan yang kuat kepada kekuasaan Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Orthodox Timur.

Titik balik lain yang berpengaruh terhadap pandangan Barat kepada Timur adalah ketika pada tahun 1009, kalifah Bani Fatimiah, Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan penghancuran Gereja Makam Suci (Church of The Holy Sepulchre). Penerusnya memperbolehkan Kekaisaran Byzantium untuk membangun gereja itu kembali dan memperbolehkan para peziarah untuk berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi banyak laporan yang beredar di Barat tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah Kristen. Laporan yang didapat dari para peziarah yang pulang ini kemudian memainkan peranan penting dalam perkembangan Perang Salib pada akhir abad itu.

Penyebab Langsung

Penyebab langsung dari Perang Salib Pertama adalah permohonan Kaisar Alexius I kepada Paus Urbanus II untuk menolong Kekaisaran Byzantium menahan laju invasi tentara Muslim ke dalam wilayah kekaisaran tersebut. Pada tahun 1071, di Pertempuran Manzikert, Kekaisaran Byzantium telah dikalahkan oleh pasukan Muslim Seljuk dan kekalahan ini berujung kepada dikuasainya hampir seluruh wilayah Asia Kecil (Turki modern). Meskipun Pertentangan Timur-Barat seldang berlangsung antara gereja Katolik Barat dengan gereja Orthodox Timur, Alexius I mengharapkan respon yang positif atas permohonannya. Bagaimanapun, respon yang didapat amat besar dan hanya sedikit bermanfaat bagi Alexius I. Paus menyeru bagi kekuatan invasi yang besar bukan saja untuk mempertahankan Kekaisaran Byzantium, akan tetapi untuk merebut kembali Yerusalem.

Ketika Perang Salib Pertama didengungkan pada tahun 1095, para pangeran Kristen dari Iberia sedang bertempur untuk keluar dari pegunungan Galicia dan Asturia, wilayah Basque dan Navarre, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, selama seratus tahun. Kejatuhan bangsa Moor Toledo kepada Kerajaan Leon pada tahun 1085 adalah kemenangan yang besar. Ketidak bersatuan penguasa-penguasa Muslim merupakan faktor yang penting, dan kaum Kristen, yang meninggalkan para wanitanya di garis belakang, amat sulit untuk dikalahkan. Mereka tidak mengenal hal lain selain bertempur, mereka tidak memiliki taman-taman atau perpustakaan untuk dipertahankan. Para ksatria Kristen ini merasa bahwa mereka bertempur di lingkungan asing yang dipenuhi oleh orang kafir sehingga mereka dapat berbuat dan merusak sekehendak hatinya. Seluruh faktor ini kemudian akan dimainkan kembali di lapangan pertempuran di Timur. Ahli sejarah Spanyol melihat bahwa Reconquista adalah kekuatan besar dari karakter Castilia, dengan perasaan bahwa kebaikan yang tertinggi adalah mati dalam pertempuran mempertahankan ke-Kristen-an suatu Negara.

Kondisi Sesudah Perang Salib Pertama

Perang Salib Pertama melepaskan gelombang semangat perasaan paling suci sendiri yang diekspresikan dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi yang menyertai pergerakan tentara Salib melintasi Eropa dan juga perlakuan kasar terhadap pemeluk Kristen Orthodox Timur. Kekerasan terhadap Kristen Orthodox ini berpuncak pada penjarahan kota Konstantinopel pada tahun 1024, dimana seluruh kekuatan tentara Salib ikut serta. Selama terjadinya serangan-serangan terhadap orang Yahudi, pendeta lokal dan orang Kristen berupaya melindungi orang Yahudi dari pasukan Salib yang melintas. Orang Yahudi seringkali diberikan perlindungan di dalam gereja atau bangunan Kristen lainnya, akan tetapi, massa yang beringas selalu menerobos masuk dan membunuh mereka tanpa pandang bulu.

Pada abad ke-13, perang salib tidak pernah mencapai tingkat kepopuleran yang tinggi di masyarakat. Sesudah kota Acra jatuh untuk terakhir kalinya pada tahun 1291 dan sesudah penghancuran bangsa Occitan (Perancis Selatan) yang berpaham Catharisme pada Perang Salib Albigensian, ide perang salib mengalami kemerosotan nilai yang diakibatkan oleh pembenaran lembaga Kepausan terhadap agresi politik dan wilayah yang terjadi di Katolik Eropa.

Orde Ksatria Salib yang terakhir yang mempertahankan wilayah adalah orde Knights Hospitaller. Sesudah kejatuhan Acra yang terakhir, orde ini menguasai Pulau Rhodes dan pada abad ke-16 dibuang ke Malta. Tentara-tentara Salib yang terakhir ini akhirnya dibubarkan oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798.

Peninggalan

Benua Eropa

Perang Salib selalu dikenang oleh bangsa-bangsa di Eropa bagian Barat dimana pada masa Perang Salib merupakan negara-negara Katolik Roma. Sungguh pun demikian, banyak pula kritikan pedas terhadap Perang Salib di negara-negara Eropa Barat pada masa Renaissance.

Politik dan Budaya

Perang Salib amat mempengaruhi Eropa pada Abad Pertengahan. Pada masa itu, sebagian besar benua dipersatukan oleh kekuasaan Kepausan, akan tetapi pada abad ke-14, perkembangan birokrasi yang terpusat (dasar dari negara-bangsa modern) sedang pesat di Perancis, Inggris, Burgundi, Portugal, Castilia dan Aragon. Hal ini sebagian didorong oleh dominasi gereja pada masa awal perang salib.

Meski benua Eropa telah bersinggungan dengan budaya Islam selama berabad-abad melalui hubungan antara Semenanjung Iberia dengan Sisilia, banyak ilmu pengetahuan di bidang-bidang sains, pengobatan dan arsitektur diserap dari dunia Islam ke dunia Barat selama masa perang salib.

Pengalaman militer perang salib juga memiliki pengaruh di Eropa, seperti misalnya, kastil-kastil di Eropa mulai menggunakan bahan dari batu-batuan yang tebal dan besar seperti yang dibuat di Timur, tidak lagi menggunakan bahan kayu seperti sebelumnya. Sebagai tambahan, tentara Salib dianggap sebagai pembawa budaya Eropa ke dunia, terutama Asia.

Bersama perdagangan, penemuan-penemuan dan penciptaan-penciptaan sains baru mencapai timur atau barat. Kemajuan bangsa Arab termasuk perkembangan aljabar, lensa dan lain lain mencapai barat dan menambah laju perkembangan di universitas-universitas Eropa yang kemudian mengarahkan kepada masa Renaissance pada abad-abad berikutnya.

Perdagangan

Kebutuhan untuk memuat, mengirimkan dan menyediakan balatentara yang besar menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa. Jalan-jalan yang sebagian besar tidak pernah digunakan sejak masa pendudukan Romawi, terlihat mengalami peningkatan disebabkan oleh para pedagang yang berniat mengembangkan usahanya. Ini bukan saja karena Perang Salib mempersiapkan Eropa untuk bepergian akan tetapi lebih karena banyak orang ingin bepergian setelah diperkenalkan dengan produk-produk dari timur. Hal ini juga membantu pada masa-masa awal Renaissance di Itali, karena banyak negara-kota di Itali yang sejak awal memiliki hubungan perdagangan yang penting dan menguntungkan dengan negara-negara Salib, baik di Tanah Suci maupun kemudian di daerah-daerah bekas Byzantium.

Pertumbuhan perdagangan membawa banyak barang ke Eropa yang sebelumnya tidak mereka kenal atau amat jarang ditemukan dan sangat mahal. Barang-barang ini termasuk berbagai macam rempah-rempah, gading, batu-batu mulia, teknik pembuatan barang kaca yang maju, bentuk awal dari mesiu, jeruk, apel, hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan banyak lagi.


Keberhasilan untuk melestarikan Katolik Eropa, bagaimanapun, tidak dapat mengabaikan kejatuhan Kekaisaran Kristen Byzantium, yang sebagian besar diakibatkan oleh kekerasan tentara Salib pada Perang Salib Keempat terhadap Kristen Orthodox Timur, terutama pembersihan yang dilakukan oleh Enrico Dandolo yang terkenal, penguasa Venesia dan sponsor Perang Salib Keempat. Tanah Byzantium adalah negara Kristen yang stabil sejak abad ke-4. Sesudah tentara Salib mengambil alih Konstantinopel pada tahun 1204, Byzantium tidak pernah lagi menjadi sebesar atau sekuat sebelumnya dan akhirnya jatuh pada tahun 1453.

Melihat apa yang terjadi terhadap Byzantium, Perang Salib lebih dapat digambarkan sebagai perlawanan Katolik Roma terhadap ekspansi Islam, ketimbang perlawanan Kristen secara utuh terhadap ekspansi Islam. Di lain pihak, Perang Salib Keempat dapat disebut sebuah anomali. Kita juga dapat mengambil suatu kompromi atas kedua pendapat diatas, khususnya bahwa Perang Salib adalah cara Katolik Roma utama dalam menyelamatkan Katolikisme, yaitu tujuan yang utama adalah memerangi Islam dan tujuan yang kedua adalah mencoba menyelamatkan ke-Kristen-an, dalam konteks inilah, Perang Salib Keempat dapat dikatakan mengabaikan tujuan yang kedua untuk memperoleh bantuan logistik bagi Dandolo untuk mencapai tujuan yang utama. Meski begitu, Perang Salib Keempat ditentang oleh Paus pada saat itu dan secara umum dikenang sebagai suatu kesalahan besar.

Dunia Islam

Perang salib memiliki efek yang buruk tetapi terlokalisir pada dunia Islam. Dimana persamaan antara “Bangsa Frank” dengan “Tentara Salib” meninggalkan bekas yang amat dalam. Muslim secara tradisional mengelu-elukan Saladin, seorang ksatria Kurdi, sebagai pahlawan Perang Salib. Pada abad ke-21, sebagian dunia Arab, seperti gerakan kemerdekaan Arab dan gerakan Pan-Islamisme masih terus menyebut keterlibatan dunia Barat di Timur Tengah sebagai “perang salib”. Perang Salib dianggap oleh dunia Islam sebagai pembantaian yang kejam dan keji oleh kaum Kristen Eropa.

Konsekuensi yang secara jangka panjang menghancurkan tentang perang salib, menurut ahli sejarah Peter Mansfield, adalah pembentukan mental dunia Islam yang cenderung menarik diri. Menurut Peter Mansfield, “Diserang dari berbagai arah, dunia Islam berpaling ke dirinya sendiri. Ia menjadi sangat sensitive dan defensive……sikap yang tumbuh menjadi semakin buruk seiring dengan perkembangan dunia, suatu proses dimana dunia Islam merasa dikucilkan, terus berlanjut.”

Komunitas Yahudi

Ilustrasi dalam Injil Perancis dari tahun 1250 yang menggambarkan pembantaian orang Yahudi (dikenali dari topinya yakni Judenhut) oleh tentara Salib

Kekerasan tentara Salib terhadap bangsa Yahudi di kota-kota di Jerman dan Hongaria, belakangan juga terjadi di Perancis dan Inggris, dan pembantaian Yahudi di Palestina dan Syria menjadi bagian yang penting dalam sejarah Anti-Semit, meski tidak ada satu perang salib pun yang pernah dikumandangkan melawan Yahudi. Serangan-serangan ini meninggalkan bekas yang mendalam dan kesan yang buruk pada kedua belah pihak selama berabad-abad. Posisi sosial bangsa Yahudi di Eropa Barat semakin merosot dan pembatasan meningkat selama dan sesudah Perang Salib. Hal ini memuluskan jalan bagi legalisasi Anti-Yahudi oleh Paus Innocentius III dan membentuk titik balik bagi Anti-Semit abad pertengahan.

Periode perang salib diungkapkan dalam banyak narasi Yahudi. Diantara narasi-narasi itu, yang terkenal adalah catatan-catatan Solomon bar Simson dan Rabbi Eliezer bar Nathan, “The Narrative of The Old Persecution” yang ditulis oleh Mainz Anonymus dan “Sefer Zekhirah” dan “The Book of Remembrance” oleh Rabbi Ephrain dari Bonn.

Pegunungan Kaukasus

Di Pegunungan Kaukasus di Georgia, di dataran tinggi Khevsureti yang terpencil, ada sebuah suku yang disebut Khevsurs yang dianggap merupakan keturunan langsung dari sebuah kelompok tentara salib yang terpisah dari induk pasukannya dan tetap dalam keadaan terisolasi dengan sebagian budaya perang salib yang masih utuh. Memasuki abad ke-20, peninggalan dari baju perang, persenjataan dan baju rantai masih digunakan dan terus diturunkan dalam komunitas tersebut. Ahli ethnografi Rusia, Arnold Zisserman, yang menghabiskan 25 tahun (1842 – 1862) di pegunungan Kaukasus, percaya bahwa kelompok dari dataran tinggi Georgia ini adalah keturunan dari tentara Salib yang terakhir berdasarkan dari kebiasaan, bahasa, kesenian dan bukti-bukti yang lain. Penjelajah Amerika Richard Halliburton melihat dan mencatat kebiasaan suku ini pada tahun 1935.

Referensi

  • Carole Hillenbrand, The Crusades, Islamic Perspectives. New York, 2000.
  • P.M. Holt, The Age of the Crusades: The Near East from the Eleventh Century to 1517. New York, 1986.
  • Hans E. Mayer, The Crusades. Oxford, 1965.
  • Jonathan Riley-Smith, The First Crusade and the Idea of Crusading. Philadelphia, 1986.
  • Jonathan Riley-Smith, The Oxford History of the Crusades. Oxford, 1995.

Pranala luar

  • Kenneth Setton, ed., A History of the Crusades. Madison, 1969-1989 (e-book online)
  • Angeliki E. Laiou, The Crusades from the Perspective of Byzantium and the Muslim World, (e-book online), includes chapter on Historiography of the crusades.
  • Artikel online dari [1] dan [2]

Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Salib"

Rabu, 30 Januari 2008

Snouck Hurgronje (Bapaknya Kejawen)


Snouk Hurgronje atau Christiaan Snouck Hurgronje (1857-1936) lahir pada 8 Februari 1857 di Tholen, Oosterhout, Belanda. Seperti ayah, kakek, dan kakek buyutnya yang betah menjadi pendeta Protestan, Snouck pun sedari kecil sudah diarahkan pada bidang teologi. Tamat sekolah menengah, dia melanjutkan ke Universitas Leiden untuk mata kuliah Ilmu Teologi dan Sastra Arab, 1875. Lima tahun kemudian, dia tamat dengan predikat cum laude dengan disertasi Het Mekaansche Feest (Perayaan di Mekah). Tak cukup bangga dengan kemampuan bahasa Arabnya, Snouck kemudian melanjutkan pendidiklan ke Mekkah, 1884. Di Mekkah, keramahannya dan naluri intelektualnya membuat para ulama tak segan membimbingnya. Dan untuk kian merebut hati ulama Mekkah, Snouck memeluk Islam dan berganti nama menjadi Abdul Ghaffar.

Namun, pertemuan Snouck dengan Habib Abdurrachman Az-Zahir, seorang keturunan Arab yang pernah menjadi wakil pemerintahan Aceh, kemudian "dibeli" Belanda dan dikirim ke Mekkah, mengubah minatnya. Atas bantuan Zahir dan Konsul Belanda di Jeddah JA Kruyt, dia mulai mempelajari politik kolonial dan upaya untuk memenangi pertempuran di Aceh. Sayang, saran-saran Habib Zahir tak ditanggapi Gubernur Belanda di Nusantara. Karena kecewa, semua naskah penelitian itu Zahir serahkan pada Snouck yang saat itu, 1886, telah menjadi dosen di Leiden.

Snouck seperti mendapat durian runtuh. Naskah itu dia berikan pada kantor Menteri Daerah Jajahan Belanda (Ministerie van Kolonieën). Snouck bahkan secara berani menawarkan diri sebagai tenaga ilmuwan yang akan dapat memberikan gambaran lebih lengkap tentang Aceh.

Pada 1889, dia menginjakkan kaki di pulau Jawa, dan mulai meneliti pranata Islam di masyarakat pribumi Hindia-Belanda, khususnya Aceh. Setelah Aceh dikuasai Belanda, 1905, Snouck mendapat penghargaan yang luar biasa. Setahun kemudian dia kembali ke Leiden, dan sampai wafatnya,26 Juni 1936, dia tetap menjadi penasehat utama Belanda untuk urusan penaklukan pribumi di Nusantara.

Sosok Snouck memang penuh warna. Bagi Belanda, dia adalah pahlawan yang berhasil memetakan struktur perlawanan rakyat Aceh. Bagi kaum orientalis, dia sarjana yang berhasil. Tapi bagi rakyat Aceh, dia adalah pengkhianat tanpa tanding. Namun, penelitian terbaru menunjukkan peran Snouck sebagai orientalis ternyata hanya kedok untuk menyusup dalam kekuatan rakyat Aceh. Dia dinilai memanipulasi tugas keilmuan untuk kepentingan politik.

Selain tugas memata-matai Aceh, Snouck juga terlibat sebagai peletak dasar segala kebijakan kolonial Belanda menyangkut kepentingan umat Islam. Atas sarannya, Belanda mencoba memikat ulama untuk tak menentang dengan melibatkan massa. Tak heran, setelah Aceh, Snouck pun memberi masukan bagaimana menguasai beberapa bagian Jawa dengan memanjakan ulama.

Demikianlah sosok Snouck Hurgronje yang dianggap sosok kontroversial khususnya bagi kaum muslimin Indonesia, terutama kaum muslimin Aceh.

Awal penelitian

Pengamatan Snouck terhadap Aceh sebenarnya sudah dimulai saat ia berada di Mekkah. Dia tertarik melihat orang Arab sering memperbincangkan Perang Aceh. Orang Aceh cukup banyak dan begitu fanatik dalam melawan Belanda. Ia ingin sekali menyumbangkan usulan ilmiah kepada pemerintah guna menundukkan Aceh. Hal yang segera disampaikan kepada pemerintah Belanda, adalah mengusahakan pemisahan Islam dan politik di negeri jajahan. Para jamaah haji diawasi, karena berpotensi membawa ide pan-Islamisme ke Aceh. Ini bertentangan dengan kepentingan Belanda.

Setelah kembali ke Leiden selama dua tahun, Snouck menawarkan diri untuk ditugaskan ke Aceh. Dia pun masih terus berkorespondensi dengan ulama-ulama Serambi Mekkah. Jabatan lektornya dilepas pada pertengahan Oktober 1887. Proposal penelitian kepada Gubernur Jenderal segera diajukan pada 9 Februari 1888. Niatnya didukung penuh oleh Direktur Pendidikan Agama dan Perindustrian (PAP), juga Menteri Urusan Negeri Jajahan. Proposal pun berjalan tanpa penghalang.

Snouck segera berangkat. Tempat yang dituju adalah Aceh. Sayang, begitu sampai di pelabuhan Penang (Malaya), Gubernur Van Teijn melarangnya masuk Aceh, pada 1 April 1889. Alasannya, Snouck bergaul dengan kaum pelarian dan berusaha masuk ke Aceh secara gelap. Akhirnya Snouck meluncur ke Batavia (Jakarta) dan tiba pada 11 Mei 1889.

Sebenarnya, Snouck mau melakukan tugas penting ke Aceh (1889) atas perintah Belanda. Ini sangat rahasia, ia naik kapal pos Inggris sampai ke pantai Sumatra. Melalui Pelabuhan Penang ia masuk pedalaman Aceh sampai ke istana sultan dengan cara memanfaatkan tradisi menghormat sesama Muslim yang dikenalnya di Mekkah. Tapi di pihak lain, perjalanan itu dianggap mata-mata oleh militer Belanda di Aceh. Mereka keberatan, maka ia harus dipulangkan.

Di Batavia, Snouck bekerja sebagai pegawai pemerintah. Snouck langsung akrab dengan pribumi Batavia, termasuk ulama. Ini membuat Direktur PAP terkesan dan mendesak Gubjen C. Pijnacker Hordijk agar mengabulkan permohonan penelitian itu. Keluarlah beslit yang mengizinkan Snouck melakukan penelitian selama dua tahun, sejak 16 Mei 1889, disusul beslit Raja Belanda pada 22 Juli 1889. Bahkan ia diangkat menjadi Penasihat urusan Bahasa-Bahasa Timur dan Hukum Islam sejak 15 Maret 1891.

Sejak menjadi penasihat itu, naluri politik Snouck mulai mempengaruhi posisinya sebagai ilmuwan. Meja kerja penasihat terus menggiring pemikirannya untuk selalu menyertakan tendensi politis di setiap analisisnya. Sifat seorang ilmuwan yang mengedepankan objektivitas dalam diri Snouck mulai luntur. Menurut Schroder, ilmuwan Belanda, tangan kotor Snouck telah jauh terlibat dalam fungsi politik kolonial.

Pada tanggal 9 Juli 1891, Snouck ke Aceh, bahkan menetap di Kutaraja Aceh. Ia menjadi orang "kepercayaan" Van Heutz, jenderal Aceh yang kemudian menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1904-1909). Pengamatannya menghasilkan tulisan Atjeh Verslag, berisi laporan kepada Belanda tentang alasan mengapa Aceh harus diperangi. Sekitar tujuh bulan kemudian kembali ke Batavia. Pekerjaannya bertambah menjadi Penasihat urusan Pribumi dan Arab. Lembaga yang didirikan 1899 ini bisa dipandang sebagai cikal bakal Departemen Agama.

Perang Aceh

Selama tujuh bulan Snouck berada si Aceh, sejak 8 Juli 1891. Di Aceh, dia dibantu beberapa orang pelayannya. Baru pada 23 Mei 1892, Snouck mengajukan Atjeh Verslag, laporannya kepada pemerintah Belanda tentang pendahuluan budaya dan keagamaan, dalam lingkup nasehat strategi kemiliteran Snouck. Sebagian besar Atjeh Verslag kemudian diterbitkan dalam De Atjeher dalam dua jilid yang terbit 1893 dan 1894. Dalam Atjeh Verslag-lah pertama disampaikan agar kotak kekuasaan di Aceh dipecah-pecah. Itu berlangsung lama, karena sampai 1898, Snouck masih saja berkutat pada perang kontra-gerilya.

Nasehat Snouck mematahkan perlawanan para ulama, karena awalnya Snouck sudah melemparkan isu bahwa yang berhak memimpin Aceh bukanlah uleebalang, tapi ulama yang dekat dengan rakyat kecil. Komponen paling menentukan sudah pecah, rakyat berdiri di belakang ulama, lalu Belanda mengerasi ulama dengan harapan rakyat yang sudah berposisi di sana menjadi takut. Untuk waktu yang singkat, metode yang dipakai berhasil.

Snouck mendekati ulama untuk bisa memberi fatwa agama. Tapi fatwa-fatwa itu berdasarkan politik Divide et impera. Demi kepentingan keagamaan, ia berkotbah untuk menjauhkan agama dan politik. Selama di Aceh Snouck meneliti cara berpikir orang-orang secara langsung. Dalam suratnya kepada Van der Maaten (29 Juni 1933), Snouck mengatakan bahwa ia bergaul dengan orang-orang Aceh yang menyingkir ke Penang.

Van Heutsz adalah seorang petempur murni. Sebagai lambang morsose, keinginannya tentu menerapkan nasihat pertama Snouck; mematahkan perlawanan secara keras. Tapi Van Heutsz ternyata harus melaksanakan nasihat lain dari Snouck, yang kemudian beranggapan pelumpuhan perlawanan dengan kekerasan akan melahirkan implikasi yang tambah sulit diredam.

Akhirnya taktik militer Snouck memang diubah. Memang pada 1903, kesultanan Aceh takluk. Tapi persoalan Aceh tetap tak selesai. Sehingga Snouck terpaksa membalikkan metode, dengan mengusulkan agar di Aceh diterapkan kebijakan praktis yang dapat mendorong hilangnya rasa benci masyarakat Aceh karena tindakan penaklukkan secara bersenjata. Inilah yang menyebabkan sejarah panjang ambivalensi dialami dalam menyelesaikan Aceh. Snouck pula yang menyatakan bahwa takluknya kesultanan Aceh, bukan berarti seluruh Aceh takluk.

Dalam lingkup internal mereka, perubahan paradigma ini memunculkan konflik kepentingan yang lain yaitu tentang posisi penguasa di Aceh. Pendekatan tanpa kekerasan, otomatis pengurangan pasukan harus dilakukan. Sedangkan Van Heutsz merupakan orang yang sangat menantang itu. Ia bahkan mengusulkan status di Aceh tetap dipegang Gubernur Militer.

Kembali ke Belanda

Snouck Hurgronje menikah dengan wanita pribumi berasal dari jawa barat dan dikaruani seorang putra bernama Yusuf. Namun setelah menikah, Snouck Hugronje dipanggil pulang ke belanda.

Pengembaraannya berakhir 1906 dan kembali ke Belanda. Pada 1910, di Belanda, ia kawin dengan Ida Maria, putri seorang pensiunan pendeta di Zutphan, Dr AJ Gort. Setelah dikukuhkan sebagai guru besar Universitas Leiden pada 1907 (tiga tahun setelah menikah), ia menekuni profesi sebagai penasihat Menteri Urusan Koloni. Pekerjaan ini diemban hingga akhir hayatnya, 16 Juli 1936.

Ja'far ash-Shadiq

Ja'far ash-Shadiq (Bahasa Arab: جعفر الصادق), nama lengkapnya adalah Ja'far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib, adalah Imam ke-6 dalam tradisi Islam Syi'ah. Ia lahir di Madinah pada tanggal 17 Rabiul Awwal 83 Hijriyah / 20 April 702 Masehi (M), dan meninggal pada tanggal 25 Syawal 148 Hijriyah / 13 Desember 765 M. Ja'far yang juga dikenal dengan julukan Abu Abdillah dimakamkan di Pekuburan Baqi', Madinah. Ia merupakan ahli ilmu agama dan ahli hukum Islam (fiqih). Aturan-aturan yang dikeluarkannya menjadi dasar utama bagi mazhab Ja'fari atau Dua Belas Imam; ia pun dihormati dan menjadi guru bagi kalangan Sunni karena riwayat yang menyatakan bahwa ia menjadi guru bagi Abu Hanifah (pendiri Mazhab Hanafi) dan Malik bin Anas (pendiri Mazhab Maliki). Perbedaan tentang siapa yang menjadi Imam setelahnya menjadikan mazhab Ismailiyah berbeda pandangan dengan mazhab Dua Belas Imam.

Kelahiran dan kehidupan keluarga

Kelahiran

Ia dilahirkan di Madinah pada tanggal 17 Rabiul Awwal 83 Hijriyah atau kurang lebih pada tanggal 20 April 702 Masehi. Ia merupakan anak sulung dari Muhammad al-Baqir, sedangkan ibunya bernama Fatimah (beberapa riwayat menyatakan Ummu Farwah) binti al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar. Melalui garis ibu, ia dua kali merupakan keturunan Abu Bakar, karena al-Qasim menikahi putri pamannya, Abdullah bin Abu Bakar. Ia dilahirkan pada masa pemerintahan Abdul-Malik bin Marwan, dari Bani Umayyah.

Keluarga

Ia memiliki saudara satu ibu yang bernama Abdullah bin Muhammad. Sedangkan saudara lainnya yang berlainan ibu adalah Ibrahim dan Ubaydullah yang beribukan Umm Hakim binti Asid bin al-Mughirah. Ali dan Zaynab beribukan wanita hamba sahaya, dan Umm Salamah yang beribukan wanita hamba pula.

Anak laki-laki

  1. Isma'il bin Ja'far (Imam ke-7 menurut Ismailiyah)
  2. Abdullah al-Afthah bin Ja'far
  3. Musa bin Ja'far (Imam ke-7 menurut Dua Belas Imam)
  4. Ishaq bin Ja'far
  5. Muhammad al-Dhibbaja bin Ja'far
  6. Abbas bin Ja'far
  7. Ali bin Ja'far

Anak perempuan

  1. Fatimah binti Ja'far
  2. Asma binti Ja'far

Kehidupan awal

Sejak kecil hingga berusia sembilan belas tahun, ia dididik langsung oleh ayahnya. Setelah kepergian ayahnya yang syahid pada tahun 114 H, ia menggantikan posisi ayahnya sebagai Imam bagi kalangan Muslim Syi'ah.

Pada masa remajanya, Ja'far ash-Shadiq, turut menyaksikan kejahatan dinasti Bani Umayyah seperti Al-Walid I (86-89 H) dan Sulaiman (96-99 H). Kedua-dua bersaudara inilah yang terlibat dalam konspirasi untuk meracuni Ali Zainal Abidin, pada tahun 95 Hijriyah. Saat itu Ja'far ash-Shadiq baru berusia kira-kira 12 tahun. Ia juga dapat menyaksikan keadilan Umar II (99-101 H). Pada masa remajanya Ja'far ash-Shadiq menyaksikan puncak kekuasaan dan kejatuhan dari Bani Umayyah.

Meninggalnya

Ia meninggal pada tanggal 25 Syawal 148 Hijriyah atau kurang lebih pada tanggal 4 Desember 765 Masehi di Madinah, menurut riwayat dari kalangan Syi'ah, dengan diracun atas perintah Khalifah Mansur al-Dawaliki dari Bani Abbasiyah.

Mendengar berita meninggalnya Ja'far ash-Shadiq, Al-Mansur menulis surat kepada gubernur Madinah, memerintahkannya untuk pergi ke rumah Imam dengan dalih menyatakan belasungkawa kepada keluarganya, meminta pesan-pesan Imam dan wasiatnya serta membacanya. Siapapun yang dipilih oleh Imam sebagai pewaris dan penerus harus dipenggal kepalanya seketika. Tentunya tujuan Al-Mansur adalah untuk mengakhiri seluruh masalah keimaman dan aspirasi kaum Syi'ah. Ketika gubernur Madinah melaksanakan perintah tersebut dan membacakan pesan terakhir dan wasiatnya, ia mengetahui bahwa Imam telah memilih empat orang dan bukan satu orang untuk melaksanakan amanat dan wasiatnya yang terakhir; yaitu khalifah sendiri, gubernur Madinah, Abdullah Aftah putranya yang sulung, dan Musa al-Kadzim putranya yang bungsu. Dengan demikian rencana Al-Mansur menjadi gagal.

Ia dimakamkan di pekuburan Baqi', Madinah, berdekatan dengan Hasan bin Ali, Ali Zainal Abidin, dan ayahnya Muhammad al-Baqir.

Masa keimaman

Situasi politik di zaman itu sangat menguntungkannya, sebab di saat itu terjadi pergolakan politik di antara dua kelompok yaitu Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah yang saling berebut kekuasaan. Dalam situasi politik yang labil inilah Ja'far ash-Shadiq mampu menyebarkan dakwah Islam dengan lebih leluasa. Dakwah yang dilakukannya meluas ke segenap penjuru, sehingga digambarkan muridnya berjumlah empat ribu orang, yang terdiri dari para ulama, para ahli hukum dan bidang lainnya seperti, Abu Musa Jabir Ibn Hayyan, di Eropa dikenal dengan nama Geber, seorang ahli matematika dan kimia, Hisyam bin al-Hakam, Mu'min Thaq seorang ulama yang disegani, serta berbagai ulama Sunni seperti Sofyan ats-Tsauri, Abu Hanifah (pendiri Mazhab Hanafi), al-Qodi As-Sukuni, Malik bin Anas (pendiri Mazhab Maliki) dan lain-lain.

Di zaman Imam Ja'far, terjadi pergolakan politik dimana rakyat sudah jenuh berada di bawah kekuasaan Bani Umayyah dan muak melihat kekejaman dan penindasan yang mereka lakukan selama ini. Situasi yang kacau dan pemerintahan yang mulai goyah dimanfaatkan oleh Bani Abbasiyah yang juga berambisi kepada kekuasaan. Kemudian mereka berkampanye dengan berkedok sebagai "para penuntut balas dari Bani Hasyim".

Bani Umayyah akhirnya tumbang dan Bani Abbasiyah mulai membuka kedoknya serta merebut kekuasaan dari Bani Umayyah. Kejatuhan Bani Umayyah serta munculnya Bani Abbasiyah membawa babak baru dalam sejarah. Selang beberapa waktu, ternyata Bani Abbasiyah memusuhi Ahlul Bait dan membunuh pengikutnya. Imam Ja'far juga tidak luput dari sasaran pembunuhan. Pada 25 Syawal 148 H, Al-Mansur membuat Imam syahid dengan meracunnya.

"Imam Ja'far bin Muhammad, putra Imam kelima, lahir pada tahun 83 H/702 M. Dia wafat pada tahun 148 H/757 M, dan menurut riwayat kalangan Syi'ah diracun dan dibunuh karena intrik Al-Mansur, khalifah Bani Abbasiyah. Setelah ayahnya wafat dia menjadi Imam keenam atas titah Illahi dan fatwa para pendahulunya." [1]

Perkembangan Mazhab Dua Belas Imam

Perkembangan pesat Mazhab Dua Belas Imam

Selama masa keimaman Ja'far ash-Shadiq inilah, mazhab Syi'ah Dua Belas Imam atau dikenal juga Imamiah mengalami kesempatan yang lebih besar dan iklim yang menguntungkan baginya untuk mengembangkan ajaran-ajaran agama. Ini dimungkinkan akibat pergolakan di berbagai negeri Islam, terutama bangkitnya kaum Muswaddah untuk menggulingkan kekhalifahan Bani Umayyah, dan perang berdarah yang akhirnya membawa keruntuhan dan kemusnahan Bani Umayyah. Kesempatan yang lebih besar bagi ajaran Syi'ah juga merupakan hasil dari landasan yang menguntungkan, yang diciptakan Imam ke-5 selama 20 tahun masa keimamannya melalui pengembangan ajaran Islam yang benar dan pengetahuan Ahlul Bait. Sampai sekarang pun mazhab Syi'ah Imamiah juga dikenal dengan mazhab Ja'fari.

Murid-murid Ja'far ash-Shadiq

Imam telah memanfaatkan kesempatan ini untuk mengembangkan berbagai pengetahuan keagamaan sampai saat terakhir dari keimamannya yang bersamaan dengan akhir Bani Umayyah dan awal dari kekhalifahan Bani Abbasiyah. Ia mendidik banyak sarjana dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan aqliah (intelektual) dan naqliah (agama) seperti:

  • Zararah,
  • Muhammad bin Muslim,
  • Mukmin Thaq,
  • Hisyam bin Hakam,
  • Aban bin Taghlib,
  • Hisyam bin Salim,
  • Huraiz,
  • Hisyam Kaibi Nassabah, dan
  • Abu Musa Jabir Ibn Hayyan, ahli kimia. (di Eropa dikenal dengan nama Geber)

Bahkan beberapa sarjana terkemuka Sunni seperti:

Mereka beroleh kehormatan menjadi murid-muridnya. Disebutkan bahwa kelas-kelas dan majelis-majelis pengajaranya menghasilkan empat ribu sarjana hadist dan ilmu pengetahuan lain. Jumlah hadist yang terkumpul dari Imam ke-5 dan ke-6, lebih banyak dari seluruh hadits yang pernah dicatat dari Imam lainnya.

Sasaran dari khalifah yang berkuasa

Tetapi menjelang akhir hayatnya, ia menjadi sasaran pembatasan-pembatasan yang dibuat atas dirinya oleh Al-Mansur, khalifah Bani Abbasiyah, yang memerintahkan penyiksaan dan pembunuhan yang kejam terhadap keturunan Nabi, yang merupakan kaum Syi'ah, hingga tindakan-tindakannya bahkan melampaui kekejaman Bani Umayyah. Atas perintahnya mereka ditangkap dalam kelompok-kelompok, beberapa dan mereka dibuang dalam penjara yang gelap dan disiksa sampai mati, sedangkan yang lain dipancung atau dikubur hidup-hidup atau ditempatkan di bawah atau di antara dinding-dinding yang dibangun di atas mereka.

Penangkapannya

Hisyam, khalifah Bani Umayyah, telah memerintahkan untuk menangkap Imam ke-6 dan dibawa ke Damaskus. Belakangan, Imam ditangkap oleh As-Saffah, khalifah Bani Abbasiyah dan dibawa ke Iraq. Akhirnya Al-Mansur menangkapnya lagi dan dibawa ke Samarra, Iraq untuk diawasi dan dengan segala cara mereka melakukan tindakan lalim dan kurang hormat dan berkali-kali merencanakan untuk membunuhnya. Kemudian Imam diizinkan kembali ke Madinah, di mana dia menghabiskan sisa hidupnya di Madinah, sampai dia diracun dan dibunuh melalui upaya rahasia Al-Mansur.

Riwayat mengenai Ja'far ash-Shadiq

Dari Malik bin Anas

Imam Malik menceritakan pribadi Imam Ja'far ash-Shadiq dalam kitab Tahdhib al-Tahdhib, Jilid 2, hlm. 104:

"Aku sering mengunjungi ash-Shadiq. Aku tidak pernah menemui beliau kecuali dalam salah satu daripada keadaan-keadaan ini:

1. beliau sedang shalat,

2. beliau sedang berpuasa,

3. beliau sedang membaca kitab suci al-Qur'an.

Aku tidak pernah melihat beliau meriwayatkan sebuah hadits dari Nabi SAW tanpa taharah. Beliau seorang yang paling bertaqwa, warak, dan amat terpelajar selepas zaman Nabi Muhammad SAW. Tidak ada mata yang pernah, tidak ada telinga yang pernah mendengar dan hati ini tidak pernah terlintas akan seseorang yang lebih utama (afdhal) melebihi Ja'far bin Muhammad dalam ibadah, kewarakan dan ilmu pengetahuannya."

Dari Abu Hanifah

Pada suatu ketika khalifah Al-Mansur dari Bani Abbasiyah ingin mengadakan perdebatan antara Abu Hanifah dengan Imam Ja'far ash-Shadiq AS. Khalifah bertujuan untuk menunjukkan kepada Abu Hanifah bahwa banyak orang sangat tertarik kepada Imam Ja'far bin Muhammad karena ilmu pengetahuannya yang luas itu. Khalifah Al-Mansur meminta Abu Hanifah menyediakan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk diajukan kepada Imam Ja'afar bin Muhammad AS di dalam perdebatan itu nanti. Sebenarnya Al-Mansur telah merencanakan untuk mengalahkan Imam Ja'far bin Muhammad, dengan cara itu dan membuktikan kepada orang banyak bahwa Ja'far bin Muhammad tidaklah luas ilmunya.

Menurut Abu Hanifah,

"Al-Mansur meminta aku datang ke istananya ketika aku tidak berada di Hirah. Ketika aku masuk ke istananya, aku melihat Ja'far bin Muhammad duduk di sisi Al-Mansur. Ketika aku memandang Ja'far bin Muhammad, jantungku bergoncang kuat, rasa getar dan takut menyelubungi diriku terhadap Ja'far bin Muhammad lebih daripada Al-Mansur. Setelah memberikan salam, Al-Mansur memintaku duduk dan beliau memperkenalkanku kepada Ja'far bin Muhammad. Kemudian Al-Mansur memintaku mengemukakan pertanyaan-pertanyaan kepada Ja'far bin Muhammad. Aku pun mengemukakan pertanyaan demi pertanyaan dan beliau menjawabnya satu persatu, mengeluarkan bukan saja pendapat ahli-ahli fiqih Iraq dan Madinah tetapi juga mengemukakan pandangannya sendiri, baik beliau menerima atau menolak pendapat-pendapat orang lain itu sehingga beliau selesai menjawab semua empat puluh pertanyaan sulit yang telah aku sediakan untuknya."

Abu Hanifah berkata lagi,

"Tidakkah telah aku katakan bahwa dalam soal keilmuan, orang yang paling alim dan mengetahui adalah orang yang mengetahui pendapat-pendapat orang lain?"

Lantaran pengalaman itu, Abu Hanifah berkata,

"Aku tidak pernah melihat seorang ahli fiqih yang paling alim selain Ja'far bin Muhammad." [2]

Imam Ja'far ash-Shadiq sering berkata

"Hadist-hadist yang aku keluarkan adalah hadits-hadits dari bapakku. Hadist-hadist dari bapakku adalah dari kakekku. Hadist-hadist dari kakekku adalah dari Ali bin Abi Thalib, Amirul Mu'minin. Hadist-hadist dari Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib adalah hadist-hadist dari Rasulullah SAW dan hadist-hadist dari Rasulullah SAW adalah wahyu Allah Azza Wa Jalla." [3]

Referensi

  1. ^ Thabathaba'i dalam "Islam Syiah (Asal-Usul dan Perkembangannya), hal. 233-234-235
  2. ^ Muwaffaq, Manaqib Abu Hanifah, Jilid I, hlm. 173; Dzahabi, Tadhkiratul Huffadz, Jilid I, hlm. 157
  3. ^ Al-Kulaini,al-Kafi, Juzuk I, hadith 154-14

Pranala Luar

Anekdot

Ja'far ash-Shadiq

Seseorang pernah sekali meminta Ja'far untuk memperlihatkan Tuhan kepadanya. Imam berkata, "Lihat ke Matahari!" Orang itu berkata bahwa ia tidak dapat melihat matahari karena terlalu terang. Ja'far berkata, "Kalau kamu tidak dapat melihat yang diciptakan, bagaimana kamu merasa dapat melihat Pencipta?"